Link FF The fault in Jessie's dream part 1 : FF Austin Mahone Part 1
“JESSIE!” teriaku geram.
“Tu
kan, rambut lo item. Ngaku deh kalo lo juga suka sama Austin.” Jessie
mengacak-acak rambutku.
“Rambut
gue emang udah item kelessss... lo emang nyebelin,jes.” Aku merapikan kembali
rambut hitam lebatku. “Sisir mana sisir? Ambilin sisir,dong!”
“Sisirnya
udah gue pegang duluan. Sini, gue sisirin!” Jessie menyisir rambutku
perlahan-lahan. Kebiasaan dia memang begitu, sehabis mengacak-acak rambutku
buru-buru dia ambil sisir lalu menyisir rambutku yang berantakan. Ahhh, I love you, my best friend.
“Thanks,Jessie-ku sayang.”
“DJ, Turn
up the music! Yo.... c’mon!” teriakku lantang.
“Lo
masih waras kan,jen?” tanya Jessie. “Yeee... udah nglungker kaya uler aja ni
orang.”
~~~~~
Tet....
tet.... tet....
Bel
masuk sekolah terdengar jelas dari luar gerbang sekolah. Berarti itu tandanya
jam pelajaran pertama akan segera dimulai. Aku dan Jessie mempercepat laju
sepeda kami sembari berharap bisa melewati gerbang yang sudah setengah ditutup
pak satpam itu. Dan, akhirnya kami berhasil masuk ke area sekolah. Kami pun
segera memarkirkan sepeda dan lari ke ruang kelas. Ya begini resiko bangun
kesiangan.
“Good morning, students! ” sapa Mrs.
Emma, guru mata pelajaran sains.
“Morning,miss!” jawab semua murid
serempak.
“Untuk
hari ini ibu tidak bisa mengajar karena ibu ada acara penting sekali. Oleh
karena itu, ibu hanya akan memberi kalian tugas. Tugasnya adalah mengerjakan
soal itu,” jari Mrs. Emma menunjuk ke arah meja guru, memberitahu bahwa
tumpukan kertas itu adalah tugas yang dimaksud. “Tugas tersebut dikerjakan
berkelompok. Kelompoknya seperti kemarin. Dikumpulkan besok pagi di meja saya.
Jangan ramai,ya!” pesan Mrs. Emma sebelum pergi meninggalkan ruang kelas.
“Yes,miss!”
Kelas
ramai dengan suara kaki bangku bergeser. Semua murid sibuk berkelompok. Begitu
pula aku yang sekelompok dengan Austin, si cogan sekolah. Tbh, aku nervous kalau diskusi sama Austin, engga
tahu kenapa. Suasana jadi awkward kalau aku sedang berhadapan dengan Austin
seperti sekarang ini.
“Ambil
soalnya sana!” perintah Austin padaku.
“Okay.” akupun bergegas mengambil soal di
meja guru.
A few minutes later...
“Nih,”
aku menyodorkan soal itu kepada Austin.
“Kenapa
lo kasih ke gue?” Austin menepis tanganku.
“Sudahlah,
buruan kita kerjain!” ajakku.
“Alah,
nanti aja sepulang sekolah. gue males. Kan dikumpulinnya besok” ujar Austin
dengan santainya sembari mengeluarkan earphone
dari tas merahnya.
“Kita
itu tidak boleh mensia-siakan waktu yang diberikan. Daripada dengerin musik ga
penting mending ngerjain tugas. Selesaiin sekarang juga biar nanti pulang
sekolah engga ada tugas!” ocehku ala emak-emak lagi nasihatin anaknya.
Tidak
ada jawaban dari Austin. Doi asik manggut-manggut geje, mungkin lagi dengerin
lagu EDM. Dan mungkin doi kaga denger nasihatku. Ih, nyebelin.
“AUSTIN!!!!”
teriakku tepat di telinga Austin yang tertutup earphone-nya.
Kampreeet...
Austin tetep aja cuek bebek. Ya, aku cuma melongo melihat temen-temen yang pada
serius ngerjain tugas. Sesekali aku melihat Jessie yang juga serius ngerjain tugas.
Dia sekelompok sama Alex Constancio. Sesekali juga aku memergoki Jessie menatapku
dengan tatapan iri. Aku tahu kenapa dia menatapku seperti itu.
“Aduh,
tugas gue kapan selesainya kalo gini caranya?” gerutuku. “Ya amplop, tu bocah
mana asik dengerin musik sendiri. Gue sama tugasnya dikacangin. Enaknya gue
apain ya? hmmm....”
-
Skip -
“Balikin
earphone gue!” gertak Austin.
“Gue
bakal balikin earphone lo asalkan lo
ngerjain semua tugas ini sendirian. lo kan pinter.”
“Okay,”
Austin merampas kertas bertuliskan soal yang harus dikerjakan dari tanganku.
“Tugas ini gue kerjain nanti di rumah. Sekarang, balikin earphone gue!”
“Ogah.
Earphone lo gue sita dulu. Nanti gue
balikin setelah lo ngumpulin tugas itu ke meja Mrs. Emma besok pagi.”
“s***”
umpat Austin. “Jangan sampe ilang earphone
kesayangan gua! Kalo sampe ilang, lo harus jadi assistent gue selama seminggu tanpa bayaran, tanpa ngeluh. Inget!”
“Ssssssttttt.....
shut up!” bentak seluruh murid padaku dan Austin. Mereka terganggu akan suara
gaduh yang berasal dari kami berdua.
“Calm
down! Iya, cerewet.” ujarku membalas ancaman Austin.
Tet....
tet... tet...
Bel
istirahat berbunyi. Seluruh murid berhamburan keluar seperti kuda yang dilepas
dari kandangnya. Akupun memasukan earphone
Austin ke dalam tasku lalu melesat menuju kantin.
Author’s
POV
Seusai
kepergian Jennifer, ada seseorang berjalan mengendap-endap menghampiri bangkunya.
Orang itu celingukan, memastikan bahwa hanya dia seorang diri yang berada di
kelas. Dengan cekatan, Ia memindahkan earphone
milik Austin dari dalam tas Jennifer ke tas ransel miliknya. Kemudian, orang
tersebut segera meninggalkan bangku Jennifer. Dengan cara mengendap-endap juga
tentunya, takut ketahuan.
TBC
Dibiasakan kalau abis baca comment. jangan jadi pembaca gelap gitu! kesian author -nya. Ninggalin jejak ya..... biar jadi motivasi buat author-nya. Thanks. :)
Dibiasakan kalau abis baca comment. jangan jadi pembaca gelap gitu! kesian author -nya. Ninggalin jejak ya..... biar jadi motivasi buat author-nya. Thanks. :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar